Dedi Mulyadi : Orang Sunda Tak Perlu Gengsi Pakai Bahasa Sendiri

Foto : Budayawan Jawa Barat, yang kini menjabat selaku Bupati Purwakarta dua periode (2008 - 2013 / 2013 - 2018) Dedi Mulyadi berbicara sebagai keynote speaker dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Sunda, di Bale Citra Resmi Purwakarta, Jawa Barat, Kamis (10/3/2016). Dedi menegaskan, orang Sunda tak perlu gengsi pakai bahasa sendiri (bahasa Sunda)
Bahasa Sunda Harus Jadi Ideologi, Ilmu dan Simbol Pergaulan
PURWAKARTA, headlinejabar.com
Budayawan Jawa Barat yang kini menjabat Bupati Purwakarta dua periode, Dedi Mulyadi menegaskan masyarakat Sunda tak perlu gengsi dan mesti percaya diri saat menggunakan bahasa Sunda dalam keseharian. Hal ini disampaikan langsung pada saat Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Sunda, di Bale Citra Resmi Purwakarta, Jawa Barat, Kamis (10/3/2016).
Dalam musyawarah yang dinamakan “Sawala Basa Sunda” mengusung tema “Palika Ngajar Basa Sunda Kalayan Gumbira” (Menyelami Mengajar Bahasa Sunda dengan Gembira, red) menghadirkan seluruh Guru Mata Pelajaran Bahasa Sunda dari semua sekolah di Kabupaten Purwakarta.
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi bertindak sebagai keynote speaker. Dalam paparannya Dedi mengatakan, terdapat tiga hal yang dapat menjadikan sebuah bahasa yang diakui sebagai bahasa peradaban. Yakni ketika bahasa menjadi ideologi, ketika bahasa menjadi ilmu dan ketika bahasa menjadi simbol pergaulan.
“Karena kita ini orang Sunda, maka kita harus percaya diri dengan bahasa Sunda dan menjadikannya sebagai bahasa pergaulan,” kata Dedi di hadapan para guru mata pelajaran bahasa Sunda.
Bupati Dedi juga menjelaskan tentang posisi bahasa yang sebenarnya dapat menjadi ciri karakter wilayah sehingga semakin jarang sebuah bahasa digunakan dalam pergaulan maka semakin tidak terlihat karakter sebuah wilayah.
Foto : Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi menyalami sejumlah guru bahasa Sunda usai Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Sunda, di Bale Citra Resmi Purwakarta, Jawa Barat, Kamis (10/3/2016). Kang Dedi turut mengingatkan, terdapat tiga hal yang dapat menjadikan sebuah bahasa yang diakui sebagai bahasa peradaban. Yakni ketika bahasa menjadi ideologi, ketika bahasa menjadi ilmu dan ketika bahasa menjadi simbol pergaulan.
“Imbasnya hari ini orang sunda yang tinggal di Jawa Barat disebut oleh beberapa media sebagai daerah yang tidak memiliki akar karakter yang kuat karena bahasa Sunda jarang digunakan, kalaupun digunakan hanya seminggu sekali setiap hari Rabu saja, ini kan sebuah persoalan sebab harusnya digunakan setiap hari,” tegas Dedi.
Agar dapat diakui sebagai bahasa yang memiliki akar yang kuat, Dedi menegaskan kepada peserta acara agar bahasa sunda digunakan sebagai bahasa keilmuan misalnya dengan cara menggunakan bahasa sunda sebagai bahasa pengantar di sekolah.
“Para guru nanti bisa membuat bahasa Sunda menjadi bahasa ilmu, nama-nama anatomi tubuh manusia misalnya harus mulai memakai bahasa sunda,” terang Dedi.
Dedi menutup paparannya dengan arahan tentang metoda pengajaran bahasa sunda di sekolah, Ia mengatakan bahwa guru bahasa sunda harus adaptif terhadap perkembangan zaman.
“Guru bahasa Sunda harus mampu membuat pupuh yang disesuaikan dengan kondisi kekinian, misalnya buatlah pupuh yang menceritakan bahwa menggunakan motor ke sekolah itu dilarang, melawan orang tua itu tidak boleh,” tutur dia.
Ketua Panitia M Taufik saat menuturkan, kegiatan ini bertujuan agar guru bahasa sunda dapat meningkatkan kualitas dan inovasi ketika mengajar. Menurutnya hal ini penting agar mata pelajaran basa sunda tidak terkesan membosankan. “Metoda pengajaran bahasa asing kan sangat banyak, nah basa sunda gak boleh kalah dong,” tutup Taufik.(adv)
Â
Editor : Dicky Zulkifly