Tak Ada Penyertaan Jaminan Negara dalam Mega Proyek Kereta Cepat Jakarta – Bandung

Foto : Miniatur Kereta Cepat Jakarta Bandung. Terkait pelaksanaan mega proyek kereta cepat ini tidak ada penyertaan jaminan negara. Sumber, istimewa
JAKARTA, headlinejabar.com
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan tidak ada penyertaan jaminan negara dalam mega proyek kereta cepat koridor Jakarta – Bandung. Ia menuturkan, dalam persetujuan sebelumnya, proyek kereta cepat digarap dengan skema business to business.
“Tidak dibutuhkan jaminan karena itu investasi biasa,” kata Kalla, seperti dilansir tempo.co belum lama ini. Lebih lanjut, pemerintah belum mengkaji lebih dalam bila suatu hari konsorsium kereta cepat, yaitu PT Kereta Cepat Indonesia-Cina (KCIC), mengajukan permohonan penjaminan kepada negara. Kalla menyatakan proyek kereta cepat tidak berbeda seperti investasi industri lainnya yang tidak memerlukan jaminan.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.08/2015, tertuang cukup jelas ihwal penjaminan pemerintah untuk pendanaan proyek infrastruktur. PMK itu mengatur tentang tata cara pemberian dan pelaksanaan jaminan pemerintah atas pembiayaan infrastruktur melalui pinjaman langsung dari lembaga keuangan internasional kepada BUMN.
Ada dua kelompok BUMN yang dapat mengajukan permohonan jaminan. Kelompok pertama adalah perusahaan pelat merah, yang 100 persen sahamnya dimiliki pemerintah. Lalu BUMN yang sahamnya dimiliki pemerintah bersama BUMN lain yang 100 persen sahamnya dimiliki pemerintah.
Berikutnya, BUMN yang tidak 100 persen sahamnya dimiliki pemerintah, tapi mendapat penugasan khusus dari pemerintah untuk menyediakan infrastruktur berdasarkan peraturan presiden. Kelompok kedua adalah perusahaan pembiayaan infrastruktur milik negara.
PMK menjelaskan, untuk mendapat jaminan dari pemerintah, perusahaan negara mesti mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri Keuangan yang akan menyediakan dana penjaminan melalui kas anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Meski demikian, tak semua perusahaan bisa mendapatkannya.
Proyek yang berpeluang mendapat jaminan harus mendapat lampu hijau dari Komite Percepatan Pembangunan Infrastruktur Prioritas, ditetapkan oleh kementerian/lembaga pemerintah non-kementerian. Berikutnya, sesuai dengan rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN). Terakhir, lembaga keuangan internasional telah menyatakan minatnya memberikan pinjaman langsung kepada pemohon.
Tak berhenti sampai di situ, sejumlah alasan tertulis pun mesti dipenuhi. Beberapa di antaranya salinan proyek infrastruktur, dokumen studi kelayakan, analisis keuangan yang sehat, dan kemampuan membayar.(tempo/red)