Sengketa Lahan, Ahli Waris Curiga Ada Persekongkolan Terstruktur
Foto : Sengketa lahan yang terjadi di tiga desa yang ada di Kecamatan Bungursari meliputi Desa Cikopo, Karangmukti, dan Cibodas seluas 204.990 meter persegi.
PURWAKARTA, headlinejabar.com
Sengketa lahan yang terjadi di tiga desa yang ada di Kecamatan Bungursari meliputi Desa Cikopo, Karangmukti, dan Cibodas seluas 204.990 meter persegi antara Lucy (60) pihak yang mengklaim sebagai ahli waris pemilik tanah sebelumnya Tjiong Boen Hin dengan perusahaan pengembang properti, PT BEP serta warga disinyalir buntut dari adanya persekongkolan sejumlah oknum aparat desa, notaris sampai BPN.
Lucy mendesak sengketa yang sudah diadukan kepada Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil ini, segera diusut tuntas penegak hukum, dari mana asal usulnya pihak lain selain mereka memiliki sertifikat tanah.
“Karena yang namanya tanag tidak sembarang diklaim apalagi memiliki bukti surat sebagai kepemilikan kalau tidak jelas asal usulnya, fakta kejadian ini disinyalir ada oknum yang bermain entah di pemerintahan desa, notaris atau BPN,” kata Lucy kepada wartawan di Purwakarta, Rabu (19/6/2019).
Selain itu penegak hukum pun ia minta, harus segera mengurus perkara ini dari awal. Siapa pemohon yang mengajukan tanah djjadikan hak milik, kepada siapa mengajukannya. Lantaran sampai saat ini, hak alas kepemilikan masih milik Tjiong Boen Hin, sedangkan Tjiong Boen Hin, tidak pernah melakukan pelepasan hak atas tanah.
Ia menduga memang ada otak utama atau aktor intelektual yang menjadi oknum, seakan-akan sudah membuat warkah tanah yang dibuat melalui surat keterangan desa (SKD) untuk merujuk kepada BPN demi terbitnya sertifikat juga untuk merujuk kepada PPAT sehingga dapat dilakukan pembuatan akta tanah.
“Lahirnya sertifikat atau SPPT sebagai bukti kepemilikan hak tanahdan bukti bayar pajak tanah atas dasar penguasaan tanah milik Tjong Boen Hin oleh warga atas dasar apa? Lantas siapa pemohonnya? Kepada siapa memohon dan siapa yang mengabulkan permohonan serta desa membuat SKD,” katanya.
Lucy turut mempertanyakan asal muasalnya dari mana sehingga terbit sertifikat dan SPPT. Karena kalau dilihat secara kasat mata bisa silau dalam memandang tanah tersebut seakan-akan Tjiong Boen Hin tidak ada.
“Yang ada tanah tersebut milik warga. Siapakah yang merekayasa? Pemindah tanganan atas tanah Tjiong Boen Hin kepada warga apabila tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta tidak ada pelepasan pemilik pertama, bisa dikategorikan tanah tersebut disulap,” ucapnya.
Diketahui, Tjiong Boen Hin sebagai pemilik hak atas tanah meliputi wilayah Desa Cikopo, Karangmukti, dan Desa Cibidas, Kecamatan Bungursari. Pada masa hidupnya Tjiong Boen Hin mengurus tanah tersebut secara pribadi.
Tetapi setelah Tjiong Boen Hin meninggal dunia pada 1962 karena lahan yang ia miliki sangat luas, tanah tersebut tidak diurus. Sehingga dimanfaatkan oleh warga untuk bercocoktanam atas sepengetahuan pihak ahli waris Tjiong Boen Hin dan tidak pernah dipersoalkan oleh ahli waris.
Seiring berjalannya waktu, muncullah klaim pemilik baru disertai surat-surat legalitas sebagai bukti menguatkan tanah tersebur adalah milik masyarakat berupa sertifikat, SPPT dan AJB. Selain masyarakat bahkan hadie perusahaan pengembang properti yakni PT BEP menguasai lahan.(dik)