Banyak Perusahaan Gulung Tikar, Dedi Mulyadi Miliki Solusi Sistem Pengupahan

Foto: Banyak Perusahaan Gulung Tikar, Dedi Mulyadi Miliki Solusi Sistem Pengupahan

PURWAKARTA, headlinejabar.com

Ketua Dewan Penasehat PP KSPSI Dedi Mulyadi memiliki solusi tentang sistem pengupahan di perusahaan. Hal ini terkait dengan banyaknya perusahaan terutama di Purwakarta, yang terancam gulung tikar karena tidak mampu mengupah buruhnya.

Solusi tersebut disampaikan Ketua Tim Pemenangan Jokowi-Ma’ruf Jawa Barat itu saat bedialog dengan ribuan buruh. Tepatnya, di lokasi PT Il Jin Sun, Jalan Raya Bungursari, Purwakarta, Senin (15/10/2018).

Dialog tersebut juga dihadiri oleh perwakilan buruh PT Dada Indonesia. Nasib buruh di kedua perusahaan garmen itu kini berada di ujung tanduk. Buruh PT Il Jin Sun mengalami keterlambatan pembayaran upah selama 4 bulan terakhir.

Sementara itu, buruh PT Dada Indonesia menerima upah di bawah UMK yang ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Ditambah, perusahaan milik investor asal Korea Selatan itu tengah bersiap pindah domisili dari Purwakarta.

“Masalahnya adalah sistem pengupahan kerap memberatkan perusahaan. Saat saya menjadi Bupati, saya pernah membuat sistem pengupahan padat karya. Ini memungkinkan perusahaan mengupah buruhnya di bawah UMK. Sehingga perusahaan masih bisa menjalankan seluruh operasionalisasinya,” katanya.

Menurut Dedi, Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan harus segera direvisi. Pasalnya, beban perusahaan yang bergerak di sektor padat karya sudah terlalu berat. Sehingga, perusahaan memutuskan untuk pindah domisili bahkan beberapa di antaranya gulung tikar.

“Setelah ada PP, pemprov tidak lagi mengatur itu. Akibatnya, perusahaan harus membayar upah dengan standar UMK. Nah, dampaknya kan perusahaan bangkrut. Memang kisaran upahnya Rp2,8 Juta, tetapi kan buruh memiliki penghasilan rutin,” ujarnya.

Surati Presiden Jokowi

Pihak KSPSI, kata Dedi, akan berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo yang berisi permohonan perubahan PP Pengupahan. Dia khawatir, jika kondisi ini terus berlanjut akan mengakibatkan dampak mudharat yang lebih besar.

“Misalnya terjadi PHK, katakanlah ada 15 ribu buruh. Kalau terjadi PHK, akan ada 15 ribu pengangguran. Dampak negatifnya bisa lebih besar,” katanya.

Menurut Dedi, sistem pengupahan tidak bisa diberlakukan melalui sistem yang kaku. Fleksibilitas berdasarkan kemampuan produksi dan pemasaran, kata dia, harus menjadi bahan pertimbangan.

Dedi berharap kesepakatan tentang pengupahan yang layak bisa terjadi antara perusahaan dan buruh.

“Upah itu kan kesepakatan. Kalau disesuaikan dengan UMK itu terlalu berat dan tidak semua perusahaan kuat. Kemampuan keuangan perusahaan juga harus menjadi bahan pertimbangan,” ujarnya. (rls/eka)