Dugaan Korupsi Jogging Track Dispora Garut Diujung Tanduk
Pelapor: Pengembalian Kerugian Tidak Menghapus Perbuatan Pidana Calon Tersangka
GARUT, headlinejabar.com
Dugaan korupi pembangunan Jogging Track pada Dinas Pemuda dan Olah Raga (Dispora) Kabupaten Garut berada diujung tanduk. Pasalnya, perkara ini sudah ditangani pihak Kejaksaan Negeri Garut.
Namun, setelah lebih dari tiga bulan sejak mulai dilakukan penyidikan hingga saat ini, pihak kejaksaan belum menetapkan setatus tersangka kepada orang yang layak menyandangnya.
Pelapor pun mengingatkan, agar Kejaksaan Negeri Garut profesional dalam menegakan hukum, karena dalam kasus dugaan korupsi jogging track telah ada hasil perhitungan kerugian keuangan negara.
Namun selain melihat kerugian, kejaksaan agar mempertimbangkan kualitas dan kuantitas bangunan jogging track terebut, karena apabila volumenya dikurangi tentu kualitas dan kekuatannya tidak akan sesuai dengan yang diharapkan atau tidak akan tahan lama.
Asep Muhidin, SH., MH sebagai pelapor dugaan korupsi pembangunan jogging track mengatakan, meskipun akan ada pengembalian kerugan keuangan negara, kejaksaan harus berpedoman kepada Pasal 4 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah oleh Undang-undang 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU TIPIKOR).
Menyebutkan pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
“Jadi, pegembalian kerugian itu salah satu tujuan adanya penegakan hukum selain memberikan nestapa (Pidana) terhadap perbuatannya. Karena dengan mengembalikan kerugian bukan menghapus unsur perbutan pidana seseorang,” katanya.
Bahkan, kata Asep Muhidin, Jaksa Agung sempat menyinggung kalau ada korupsi hanya Rp50 juta, diselesaikan dengan pengembalian kerugian, sementara kerugian dalam pekerjaan jogging track lebih dari Rp50 juta.
Jadi tidak ada dalam kamus hukum atau asas hukum yang mengatur undang-undang dapat dikesampingkan oleh surat edaran atau peraturan.
“Kita kan tahu ada asas lex superior derogat legi inferiori. Asas ini menyatakan bahwa peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Dengan demikian, peraturan yang lebih tinggi akan mengenyampingkan peraturan yang lebih rendah,” ujarnya.
Sebagai pelapor, Asep Muhidin meminta Kejaksaan Negeri Garut memberikan kepastian hukum dan berkeadilan. Jangan sampai yang mencuri ayam diproses sampai ke persidangan meskipun ayam yang dicurinya telah dikebalikan.
“Logikanya kan kesitu. Lalu ada yang korupsi, lalu hasil korupsinya dikembalikan, ya tetap harus mempertanggungjawabkan perbuatanya bukan dibebaskan. Itu namanya hukum berkeadilan, tidak tajam kebawah tumpul keatas,” tegasnya.