Revisi UU KPK Hanya Keinginan Partai Pengusung Jokowi?

Foto : Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sumber, istimewa

JAKARTA, headlinejabar.com

Soal usulan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Politisi Partai Demokrat Ruhut Sitompul meyakini jika Presiden Joko Widodo sebenarnya menolak. Hanya saja, secara ketentuan Presiden Jokowi mesti berkompromi dengan partai politik pendukungnya yang menginginkan adanya revisi.

Jadi, kata dia, presiden menginginkan pembahasan revisi UU KPK yang mendapatkan penolakan publik itu dibatalkan. “Pak Jokowi dalam hati yang paling dalam itu dia menolak. Ini kan karena partai pendukungnya saja,” kata Ruhut di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (25/2/2016).

Baca Juga  Komjen Tito Janji Perbaiki Pelayanan Publik Berbasis IT

Soal revisi UU KPK, dari sepuluh fraksi di DPR, tujuh di antaranya merupakan Parpol pendukung pemerintah. Antara lain PDI-P, Nasdem, PKB, Hanura, PPP, PAN dan Partai Golkar. Ketujuh Parpol ini menyetujui revisi UU KPK.

Sisanya, Demokrat sebagai penyeimbang dan Gerindra serta PKS sebagai oposisi menolak revisi UU KPK. Menurut Ruhut, wajar apabila Presiden mencari jalan tengah dengan memutuskan untuk menunda revisi itu dengan alasan dibutuhkan sosialisasi terlebih dahulu kepada masyarakat.

Baca Juga  Menteri Keuangan Semprot Google, Soal Pajak

“Tapi saya yakin kalau orang Jawa, menunda itu sama dengan menolak,” ucap Ruhut yang juga tim sukses Jokowi-JK saat Pilpres 2014 lalu.

Keputusan untuk menunda pembahasan revisi UU KPK diambil dalam rapat konsultasi antara Presiden dan Pimpinan DPR di Istana Negara, Jakarta, Senin (22/2/2016) belum lama ini.

Tak ditentukan lama waktu penundaan untuk melakukan sosialisasi ke masyarakat. Meski ditunda, tetapi disepakati revisi UU KPK nantinya akan tetap fokus pada empat poin pembahasan.

Baca Juga  Dispenda Jawa Barat Libatkan Babinkamtibmas Data Penunggak Pajak

Empat poin tersebut, yakni pembatasan kewenangan penyadapan, pembentukan dewan pengawas, kewenangan KPK menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), serta kewenangan rekrutmen penyelidik dan penyidik.(int/red)