Arti Mendidik bagi Seorang Rikrik Halimatussadiah

Foto : Kepala SMPN 1 Kahuripan Padjajajaran Purwakarta Rikrik Halimatussadiah MPd bersama pelajar Yudistira Manunggaling Rahmaning Hurip yang merupakan putera kedua Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi

SAAT menggeluti sebuah profesi atau bidang pengabdian, sudah pasti ada pengalaman pahit dan manis yang dilalui. Kesan tersebut terkadang menjadi ujian yang besar, di satu sisi menjadi motivasi untuk terus meningkatkan kualitas. Potret pengalaman selama menjadi pendidik, keluar dari paparan pengalaman Rikrik Halimatussadiah MPd, perempuan yang kini dipercaya duduk sebagai Kepala Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Kahuripan Padjajajaran Purwakarta. 

Ibu kelahiran Purwakarta 20 Desember 1966 silam ini di samping pengalaman manis dan pahitnya, sudah banyak mengantongi prestasi individu. Sehingga, tak ayal banyak pihak yang mempercayainya untuk memimpin SMPN terfavorit di Kabupaten Purwakarta.

Dari periode pengabdian tahun 2016, Rikrik keluar dengan penghargaan peringkat satu dalam seleksi calon kepsek SMP Kabupaten Purwakarta. Selanjutnya, akademisi pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) ini menggaet peringkat pertama kembali di tahun 2012 dalam seleksi calon kepala SMP RSBI. 

Baca Juga  Haha... Begini Jadinya, saat Istri Ngidam Suami Gendong Bupati Purwakarta

Selanjutnya di tahun 2015, ia dinobatkan sebagai kepala sekolah berprestasi peringkat satu se Kabupaten Purwakarta. Di tahun yang sama, karirnya semakin melesat tinggi, dengan lolos sebagai kepala sekolah peringkat enam paling berprestasi jenjang SMP se-Provinsi Jawa Barat. Kemudian, kematangan berpikirnya semakin dipertajam dengan menjuarai peringkat tiga uji kompetensi kepala sekolah jenjang SMP se-Kabupaten Purwakarta di tahun 2015.

Kepsek yang pernah mendapat beasiswa dari World Bank melalui Basic Education Project tahun 2000-2002 untuk jenjang pendidikan S-2 ini mengakui apa yang ia lakukan dan dapatkan, merupakan hasil niatan pengabdian. Bahkan Rikrik mengaku alasan menyelesaikan jenjang pendidikan sarjana dan pascasarjananya merupakan tugas belajar.

“Menjadi pendidik bukan berbicara hasil materil semata, tetapi aset masa depan dititipkan dalam pundak dan tangan pendidik. Pelajar menitipkan masa depannya di sekolah, guru harus mampu menghantarkan mereka sampai pada gerbang kesuksesan. Pendidikan berbicara pencetakan karakter, dan keistimewaan pola pikir dan sikap anak bangsa,” kata Rikrik.

Selama karirnya sejak diangkat jadi PNS per 1 Maret 1990, banyak pengalaman pahit dan manis yang dilalui. Rikrik bercerita seputar pengalaman pahitnya, menjadi pengajar. Di tahun 2003, ia masih berstatus pengajar di SMPN 6 Purwakarta, saat itu ia dan teman sepengabdian dihadapkan pada satu peristiwa yang cukup menyayat hati.

Baca Juga  Putra Politisi Ini Tertular Virus Filantropi dari Ayahnya

“Waktu itu ada seorang murid laki-laki kelas 6, dia dipandang sangat pintar dan berprestasi. Bahkan, setiap pembangian raport murid laki-laki saya sering mendapat rengking satu di kelasnya. Namun, pada saat ujian nasional dia dinyatakan tidak lulus dan harus UN ulang, bahkan murid saya nyaris bunuh diri” terang Rikrik yang diangkat menjadi Kepala SMPN 1 Purwakarta sejak 7 Juli 2006.

Saat diselidiki, ternyata muridnya tersebut Rikrik melihat kenyataan sesaat menjelang UN, ibu dan ayah murid tersebut bercerai. Sehingga, faktor suasana rumah mengganggu kenyamanan psikologis dan pemikiran murid kesayangannya. Dari kejadian pahit itu, Rikrik mempertegas keyakinan jika pendidikan di Indonesia saat itu hanya menyentuh aspek intelektualitas peserta didik semata.

“Semuanya serba diukur dengan angka, sedangkan pendidikan bukan saja melulu berbicara angka dan nilai. Pendidikan berbicara bagaimana membekali anak didik agar memiliki mental yang kuat. Dan saat itu saya melihat nyaris tidak ada konsepan ke arah situ. Seberapa pintara anak, akan ambruk seperti tembok yang kekurangan bahan bangunan, saat menghadapi masalah dalam kehidupannya dia tidak akan kuat,” ungkapnya.

Baca Juga  Tantri Berisyarat Mundur Dari Kotak

Beruntung saat ini di Kabupaten Purwakarta sistem dan dunia pendidikannya sudah proaktif terhadap pendidikan karakter. Namun, di sisi pengalaman pahitnya, ada pengalaman manis yang menjadi bahan motivasi. Pengalaman ini ia dapatkan saat masih bisa berbau dengan peserta didik dan orang tua di sekulah maupun di dunia luar.

“Bahkan saya sering berinteraksi dengan mereka di media sosial. Saya berusaha untuk dekat dengan mereka. Contohnya saya sendang saat orang tua murid mengabarkan bahwa anaknya tidak bisa sekolah karena sakit melalui SMS. Atau murid saya mengirim pesan via inbox facebook. Akses saya terbuka 24 jam bagi mereka. Dan saya tidak pernah merasa terganggu. Ini merupakan kesenangan dan pengalaman manis menjadi pendidik,” tutup dia.(dzi)